PERANAN
PENYULUHAN KEHUTANAN DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI INDONESIA
Peran
Istilah peran menurut Departemen Pendidikan Nasional (2005: 854 )
ketika digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang
diberi atau mendapatkan sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut.Menurut Soekanto
(2010: 212 ) peran ( role ) merupakan aspek dinamis kedudukan atau status,
yaitu: Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Peran menentukan apa yang
diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan- kesempatan apa yang diberikan
oleh masyarakat kepadanya.
Peran menjadi penting karena mengatur perilaku seseorang yang pada
batas- batas tertentu dapat meramalkan perbuatan – perbuatan orang lain. Orang
yang menjalankan suatu peran dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan
perilaku orang – orang sekelompoknya. Selanjutnya dijelaskan oleh Soekanto
(2010: 213) peran lebih banyak menunjukkan suatu fungsi, penyesuaian diri dan
sebagai suatu proses. Untuk itu peran mungkin mencakup tiga hal, yaitu:
· Peran meliputi norma- norma yang dihubungkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
· Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang
dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
· Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku
individu yang penting bagi struktur social masyarakat.
Kegiatan penyuluhan kehutanan merupakan salah
satu ujung tombak pembangunan kehutanan di lapangan. Pada kegiatan tersebut,
penyuluh kehutanan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam
membimbing, mendidik, dan mengajak masyarakat sekitar hutan agar mau dan mampu
ikut terlibat di dalam pengelolaan hutan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Darusman (2002) yang menyatakan bahwa peranan kegiatan penyuluhan di bidang
kehutanan menjadi semakin penting terkait dengan kebijakan kehutanan yang
semakin mengutamakan peran serta masyarakat, dan bahkan memberi kesempatan
kepada masyarakat (rakyat banyak) untuk menjadi pelaku ekonomi kehutanan.
Menurut Van Den Ban dan Hawkins (1999) bahwa
peranan agen penyuluhan adalah membantu petani membentuk pendapat yang sehat
dan membuat keputusan efektif. Petani didorong untuk mengembangkan kebebasan
yang luas di dalam pengambilan keputusan. Hal ini mengandung makna bahwa
melalui kegiatan penyuluhan, masyarakat diajak, diarahkan, dibimbing, dan
dididik agar secara sadar mau belajar secara terus-menerus sehingga mampu
menganalisa kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang dihadapinya, dan
dapat mengelola potensi yang dimilikinya tersebut, baik potensi personal maupun
sumberdaya alam, menjadi sebuah kekuatan aktif yang dapat digunakan dalam
upaya-upaya memecahkan persoalan hidupnya serta mampu melakukan usaha-usaha
produktif dengan prinsip swadaya dan kebersamaan, serta tetap peduli pada
kelestarian wilayahnya. Dengan demikian, melalui kegiatan penyuluhan diharapkan
akan dapat dikembangkan lebih jauh pola pikir masyarakat yang kritis dan
sistematis.
Timmer
(1982) mengemukakan pentingnya kegiatan penyuluhan di dalam proses
pembangunan baik sebagai “jembatan” antara dunia ilmu dan pemerintah
sebagai penentu kebijakan, dan juga jembatan antara dunia penelitian dengan
praktek usaha tani yang dilaksanakan oleh para petani.
Sebagai
jembatan antara dunia ilmu dan pemerintah, (Scharamm dan Lerner, 1976) melihat
pentingnya kegiatan penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan dalam
sistem pembangunan nasional, baik untuk menjembatani pembangunan kesenjangan
perilaku antara sesama aparat pemerintah maupun untuk menjembatani kesenjangan
perilaku antara aparat pemerintah dengan masyarakat (petani) sebagai pelaksana
utama. Sedang sebagai jembatan antara dunia penelitian dan praktek-praktek
usahatani (termasuk usahatani hutan), Lionberger (1982) melihat pentingnya
kegiatan penyuluhan di dalam proses penyebarluasan hasil-hasil penelitian.
Berkaitan
dengan fungsi penyuluhan sebagai jembatan antara dunia penelitian dan
praktek kegiatan yang dilakukan oleh petani, penyuluhan tidak sekedar proses
penyampaian informasi dan umpan baliknya yang disampaikan oleh masyarakat desa
hutan. Tetapi para penyuluh kehutanan terlebih dahulu harus melakukan analisis
bahkan harus pula melakukan pengujian-lokal terhadap semua inovasi tersebut,
untuk kemudian memilih inovasi dan informasi yang tepat dan layak disampaikan
kepada masyarakat sasaran di wilayah kerjanya masing-masing.
Dengan
kata lain, kegiatan penyuluhan kehutanan tidak hanya memerlukan syarat
“keterampilan penyuluh”, tetapi setiap penyuluh juga perlu menyiapkan
diri mereka sebagai “ahli penyuluhan yang senatiasa mengembangkan metoda
dan daya analisis terhadap setiap inovasi dan informasi yang dihasilkan oleh
para peneliti.
Soedarsono
Hadi Sapoetro (1970 dan 1978) dengan jeli menunjukkan kunci pentingnya
penyuluhan di dalam proses pembangunan pertanian dalam arĂ¼ luas termasuk
penyuluhan kehutanan.
Soekanto (2006) menegaskan bahwa peranan
adalah pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang terkait dengan kedudukannya di
masyarakat. Dengan demikian, peranan merupakan fungsi, penyesuaian diri, dan
suatu proses dari suatu kedudukan. Artinya bahwa peranan akan mengatur perilaku
seseorang. Peranan menentukan apa yang diperbuat seseorang bagi masyarakat
serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Lionberger
dan Gwin (1982) menyatakan peranan merupakan bentuk pelaksanaan tanggung jawab
terhadap pekerjaan atau tugas. Menurut Beebe dan Masterson (1989) peranan yang
ditampilkan seseorang muncul sebagai akibat: (1) adanya harapan pribadi untuk
menampilkan perilaku tertentu (self konsep), (2) adanya persepsi orang lain
atau kelompok berkaitan dengan kedudukan orang tersebut, dan (3) interaksi yang
terjadi dengan orang lain.
Lebih lanjut, Lioberger dan Gwin (1982)
menyebutkan beberapa peran yang dapat ditampilkan oleh penyuluh, termasuk
didalamnya penyuluh kehutanan adalah: pendengar yang baik, motivator,
fasilitator proses, penghubung, pengembang kemampuan, pengajar keterampilan,
pembantu pekerjaan, administrator program, pembantu kelompok, penjaga pagar,
promotor, pemimpin lokal, konselor, pelindung, dan pembangun kelembagaan.
Pendapat lain dinyatakan oleh Ife (1995) bahwa terdapat empat peranan dari
pekerja pengembangan masyarakat, yang juga dapat menjadi peran dari penyuluh
kehutanan, yaitu: fasilitator, pendidik/educator, representative, dan teknikal.
Sedangkan menurut Adi (2003) peranan pekerja pengembangan masyarakat meliputi:
pemercepat perubahan, perantara, pendidik, tenaga ahli, perencana sosial,
advokat, dan aktivis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar