ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM
PENYULUHAN KEHUTANAN
A. KONSEP
ADOPSI BAHLEN
Dalam model proses adopsi Bahlen
ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang mengadopsi suatu inovasi yaitu sadar
(awreness), minat (interest), menilai (evaluation), mencoba
(trial) dan adopsi ( adoption).
·
Tahap sadar: sasaran telah mengetahui
informasi tetapi informasi tersebut dirasa kurang.
·
Tahap minat: sasaran mencari informasi
atau keterangan lebih lanjut mengenai informasi tersebut.
·
Tahap menilai: sasaran sudah menilai
dengan cara value/bandingkan inovasi terhadap keadaan dirinya pada saat itu dan
dimasa yang akan datang serta menentukan apakah petani sasaran mencoba inovasi
atau tidak.
·
Tahap mencoba: sasaran sudah mencoba
meskipun dalam skala kecil untuk menentukan angka dan kesesuaian inovasi atau
tidak.
·
Tahap adopsi/menerapkan: sasaran sudah
meyakini kebenaran inovasi dan inovasi tersebut dirasa bermanfaat baginya. Pada
tahap ini petani sasaran menerapkan dalam jumlah/skala yang lebih besar.
Konsep
adopsi digunakan secara meluas oleh peneliti dan penyuluh. Meskipun demikian
model adopsi mempunyai beberapa kelemahan antara lain : Tidak semua proses
tersebut di atas diakhiri dengan tahap adopsi, adakalanya berupa penolakan
terhadap adopsi. Kelima tahap di atas terjadi tidak selalu berurutan.
Suatu
proses adopsi pada tahap akhir akan diikuti dengan konfirmasi yaitu dengan cara
mencari lebih lanjut untuk memperkokoh keputusannya (terus mengadopsi) atau
menerapkan inovasi lainnya (menolak)
B.
Konsep Adopsi Rogers dan
Schoemaker
Rogers dan Schoemaker (1992)
menjelaskan bahwa proses adopsi dapat terjadi melalui 4 (empat) tahapan yaitu :
tahap mengetahui (knowledge), persuasif (persuasive), mengambil keputusan
(decision) dan konfirmasi (confirmation) yang selanjutnya diklasifikasikan
menjadi empat tahap yaitu :
Tahap mengetahui : petani sasaran
sudah mengetahui adanya inovasi dan mengerti bagaimana inovasi itu berfungsi.
Tahap Persuasi : petani
sasaran sudah membentuk sikap terhadap inovasi yaitu apakah inovasi tersebut
dianggap sesuai ataukah tidak sesuai bagi dirinya.
Tahap Keputusan : petani sasaran
sudah terlibat dalam pembuatan keputusan yaitu apakah menerima atau menolak
inovasi.
Tahap Konfirmasi:petani sasaran
mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Mungkin pada tahap
ini petani sasaran mengubah keputusan untuk menolak inovasi yang telah di
adopsi sebelumnya.
C.
Konsep Proses Adopsi Kellogg.
Model Adopsi Kellogg menyebutkan
bahwa pada proses adopsi khususnya teknologi perikanan dapat dilakukan melalui
beberapa langkah agar pelaku utama bersedia menerima/mengadopsi teknologi
tersebut. Model adopsi meliputi (4) empat tahap yaitu diagnosis, perencanaan
dan rekayasa teknologi adaptif, pengujian dan verifikasi di tingkat usaha dan
percobaan antar lokasi dan diseminasi.
Pada
tahap pertama, penentuan wilayah sasaran dan mendiagnosis situasi
petani. Pada umumnya wilayah sasaran diusahakan mempunyai
karkteristik agroklimate yang relatif homogen. Penyuluh pertanian dapat
mengidentifikasi wilayah sasaran lebih baik dibandingkan peneliti.
Tahap
kedua, merencanakan dan merekayasa teknologi adaptif dengan menggunakan
informasi yang diperoleh pada tahap pertama. Berdasarkan informasi
ini, dapat dibuat perencanaan dan rekayasa teknologi yang sesuai dengan kondisi
lapangan.
Tahap
ketiga, pengujian dan verifikasi di tingkat usahatani. Hasil
penelitian yang diperoleh dari eksperimen sebelumnya dapat diuji dan diverifikasi
di tingkat usahatani. Petani sasaran akan bersedia mengadopsi teknologi.
Introduksi teknologi dilakukan apabila teknologi tersebut memiliki keunggulan
dibanding dengan teknologi sebelumnya, juga hasilnya dilihat sendiri oleh
petani sasaran.
Tahap
keempat, selama proses pengujian dan verifikasi di tingkat usahatani pasti
terjadi percobaan di lahan usahatani yang dilakukan petani. Hal ini
mengindikasikan bahwa pilihan teknologi sudah dilakukan petani dan diharapkan
terjadi perbaikan teknik budidaya yang signifikan. Hubungan antara tahap dalam
proses komunikasi dengan proses adopsi serta metode penyuluhan tertera pada
Tabel 1.
Tabel
1. Hubungan antara metode penyuluhan, tahap komunikasi dan tahap
adopsi
Metode
Penyuluhan
|
Tahap-tahap
Komunikasi
|
Tahap-tahap
Adopsi
|
Metode
Perorangan
|
Menggerakkan
Usaha
|
Adopsi
|
Metode
Kelompok
|
Meyakinkan
|
Percobaan
|
Membangkitkan
Keinginan
|
Penilaian
|
|
Metode
Massal
|
Menggugah
Hati
|
Minat
|
Menaruh
Perhatian
|
Kesadaran
|
Dengan
mempelajari model adopsi sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1 dan membandingkan
satu dengan lainnya, diketahui bahwa model adopsi Bahlen memilki kelemahan
dalam proses adopsi yaitu tidak selalu diakhiri dengan tahap adopsi. Adakalanya
petani menolak inovasi yang yang diintroduksikan.
Model
adopsi Rogers dan Schoemaker digunakan untuk mengatasi keterbatasan model
adopsi Bohlen tersebut. Rogers dan Schoemaker (1983) mengatakan bahwa tingkat
adopsi dipengaruhi oleh lima (5) faktor yaitu :
a. Tipe
keputusan adopsi inovasi
b. Atribut
yang terkandung dalam inovasi
c. Karakteristik
system sosial petani sasaran
d. Karakteristik
saluran komunikasi yang digunakan
e. Usaha
yang dilakukan penyuluh untuk meyakinkan petani sasaran.
C. Penggolongan
Adopter berdasarkan kecepatan Adopsi
Berdasarkan
kecepatan adopsi terhadap suatu inovasi maka dkenal 5(lima) golongan adopter
yaitu :
1. Inovator
(golongan perintis dan pelapor)
Golongan perintis ini
jumlahnya tidak banyak dalam masyarakat. Karakteristik golongan ini antara
laingemar, mencoba, inovasi dan rata-rata pada masyarakatnya pada umumnya
berpartisipasi aktif dalam penyebarluasan inovasi.
2. Early
Adopter (golongan penyetrap dini)
Golongan ini mempunyai
tingkat pendidikan yang tinggi, gemar membaca buku, suka mendengar radio,
memiliki faktor produksi non lahan yang relative komplit.
3. Early
Mayority (golongan Penyetrap awal)
Golongan
ini pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan rata-rata seperti anggota
masyarakat lainnya, dapat menerima inovasi selama inovasi tersebut memberikan
keuntungan kepadanya.
4. Late
Mayority (golongan Penyetrap akhir)
Golongan ini pada
umumnya berusia lanjut dan memilki tingkat pendidikan rendah, status sosial
ekonominya sangat rendah dan lambat menerapkan inovasi.
D. Laggard
(Golongan Penolak)
Golongan penolak ini
pada umumnya usia lanjut, jumlahnya sangat sedikit dan tingkat pendidikannya
sangat rendah bahkan buta huruf, status sosial eknominya sangat rendah, tidak
suka terhadap perubahan-perubahan.
Tabel
2. Karkteristik sosial ekonomi pada berbagai kategori adopter.
Variabel
|
Inovator
|
Early Adaptor
|
Early Mayority
|
Late Mayority
|
Laggard
|
Umur
|
Setengah Umur
|
Muda
|
Setangah Umur tua
|
Muda sampai tua
|
Tua
|
Pendidikan
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Sedang
|
Rendah
|
Rendah Sekali
|
Ekonomi
|
Baik
|
Baik
|
Sedang sampai baik
|
Kurang
|
Kurang sekali
|
Status Sosial
|
Tinggi
|
Sedang
|
Sedang sampai baik
|
rendah
|
Paling rendah
|
Pola Hubungan
|
Kosmopolit
|
Kosmopolit
|
Cendrung Lokalita
|
Lokalita
|
Sangat lokalita
|
Dengan melihat uraian
di atas maka perbandingan karakteristik sosial ekonomi dari kategori adopter
ditinjau dari aspek kecepatan manerapkan inovasi secara sederhana sebagaimana
tertera pada Table 2.
Konsep
adopsi digunakan secara meluas oleh peneliti dan penyuluh. Meskipun demikian
model adopsi mempunyai beberapa kelemahan antara lain :
a. Tidak
semua proses tersebut di atas diakhiri dengan tahap adopsi, adakalanya berupa
penolakan terhadap adopsi.
b. Kelima
tahap di atas terjadi tidak selalu berurutan.
c. Suatu
proses adopsi pada tahap akhir akan diikuti dengan konfirmasi yaitu dengan cara
mencari lebih lanjut untuk memperkokoh keputusannya (terus mengadopsi ) atau
menerapkan inovasi lainnya (menolak)
E. Difusi
Inovasi
Salah satu tujuan
program penyuluhan pertanian adalah mengubah masyarakat melalui perubahan
sosial yang direncanakan. Dalam penyuluhan pertanian ditunjukkan dengan program
penyuluhan. Usaha yang secara sengaja ini diarahkan untuk memperbaiki
sistem-sistem sosial yang terdapat pada masyarakat. Dan akhirnya
penyuluhan ini memperbaiki masyarakat secara keseluruhan .
Perubahan
sosial yang direncanakan pd proses penyuluhan sangat rumit yang pada dasar
dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu : Invensi, difusi, dan
konsekuensi-konsekuensi invensi merupakan kegiatan penciptaan atau pengembangan
inovasi baru
Difusi
merupakan proses penyebaran inovasi dari seorang yang telah emngadopsi inovasi
kepada orang lain dalam masyarakat. Konsekuensi merupakan perubahan yang
terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat adanya adopsi atau penolakan
terhadap suatu inovasi.
Penyuluhan
menitikberatkan perubahan sosial jangka pendek yaitu waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan difusi inovasi dan mengarahkan perubahan dalam masyarakat.
Wayne Romable (1984) menyatakan bahwa difusi inovasi dapat dipandang sebagai
proses komunikasi khusus. Pada difusi inovasi, sumber pesan dapat berupa penemu
penyuluh pertanian dan pemimpin. Perubahan secara praktis yang diharapkan
adalah pengetahuan, sikap dan prilaku, faktor yang mendorong dan menghambat
perubahan. Perolehan sesuai pendapat Leagans (1971) tertera
pada Gambar 5.
Model
difusi inovasi menggambarkan proses penyebaran inovasi dari suatu sumber
inovasi kepada anggota suatu sistem sosial. Dengan patokan bahwa sumber
inovasi asalnya dari lembaga penelitian maka terdapat tiga model difusi inovasi
yaitu Model Top Down, Model Feed Back dan Model Farmer Back Farmer.
a. Model
Difusi Top Down
Model
Difusi Top Down dikembangkan berdasarkan penelitian di India, ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dihasilkan sekolah, laboratorium dan stasiun
percobaan. A.H. Bunting (1979) mengatakan bahwa model top down
difusion sebagai model penyuluhan pertanian konvensional. Pada model ini
peneliti melakukan penelitian di laboratorium maupun stasiun penelitian dan
menghasilkan rekomendasi yang disebarluaskan pada seluruh
petani. Model difusi top down dapat dilihat pada Gambar 6
b. Model
Feed-Back
Model
ini dikembangkan oleh Benor dan Horison . Model ini dikenal
sebagai trainning and visit system atau di Indonesia di sebut sistem
latihan dan kunjungan (sistem laku). Model ini selanjutnya
dibukukan dengan judul “Agricultural Eftension The Training and Visit
System”. Model feed back dianggap sebagai perbaikan
model Top Drown yaitu dengan mempertimbangkan mekanisme umpan balik diantara
peneliti dan penyuluh pertanian. Model feed-back menjadi popular dan
berkembangnya Farming System Research yang mengaitkan penelitian
ditingkat usahatani kedalam metode penelitian pertanian. Secara
sederhana, gambaran model feedback seperti tertera pada Gambar 7.
c. Model
Farmer Back To Farmer
Model
difusi farmer back to farmer dikemukakan oleh Rhoades dan Booth
(1982). Model ini mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan
diakhiri di tingkat petani. Hal ini berarti bahwa petani harus
dilibatkan secara aktif sebagai anggota tim pemecahan masalah di
lapangan. Petani dengan pengalaman jangka panjangnya mengetahui
kondisi usaha taninya, tipe tanah, kualitas sosial, ekonomi, tanaman yang
sesuai dan prilaku pasar dari waktu ke waktu. Dengan demikian
petani adalah tenaga ahli pada usaha taninya sendiri.
Model
difusi farmer back to farmer mengandung beberapa siklus kegiatan dan
masing-masing kegiatan ini berusaha mencapai tujuan tertentu. Model
difusi farmer back to farmer ini dapat diawali dengan eksperimen
sederhana dan diakhiri survey di tingkat petani. Kunci
perbedaannya dengan model difusi yang lain adalah fleksibilitas dan penelitian
di tingkat petani untuk mengindentifikasikan sumber daya yang ada di tingkat usaha
tani.
F. Rangkuman
Proses
adopsi dklasifikasikan menjadi empat tahap yaitu tahap mengetahui, tahap
pesuasi, tahap keputusan dan tahap konfirmasi.
Model adopsi yang
djelaskan Kellog digambarkan sesuai tahapannya meliputi tahapan-tahapan sebagai
berikut :
1. Tahap
I : Pemilihan wilayah sasaran dan diagnose situasi pelaku utama
2. Tahap
II. Merencanakan dan merekayasa teknologi adaptif
3. Tahap
III.Pengujian dan verifikasi di tingkat usahatani
4. Tahap
IV.Pilihan teknologi yang sudah dilakukan pelaku utama dan diharapkan terjadi
perbaikan teknik budaya yang signifikan
Berdasarkan
kecepatan adopsi inovasi ada 5 (lima) golongan adopter yaitu golongan perintis
dan pelopor, penyetrap dini, penyetrap awal, penyetrap akhir, dan penolakan.
Difusi
inovasi merupakan proses penyebaran inovasi dari seorang yang telah mengadopsi
inovasi kepada orang lain dalam masyarakat