Senin, 23 Desember 2013

ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN

ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN
A.    KONSEP ADOPSI BAHLEN
Dalam model proses adopsi Bahlen ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang mengadopsi suatu inovasi yaitu sadar (awreness),  minat (interest),  menilai (evaluation),  mencoba (trial) dan adopsi ( adoption).
·         Tahap sadar: sasaran telah mengetahui informasi tetapi informasi tersebut   dirasa kurang.
·         Tahap minat: sasaran mencari informasi atau keterangan lebih lanjut mengenai informasi tersebut.
·         Tahap menilai: sasaran sudah menilai dengan cara value/bandingkan inovasi terhadap keadaan dirinya pada saat itu dan dimasa yang akan datang serta menentukan apakah petani sasaran mencoba inovasi atau tidak.
·         Tahap mencoba: sasaran sudah mencoba meskipun dalam skala kecil untuk menentukan angka dan kesesuaian inovasi atau tidak.
·         Tahap adopsi/menerapkan: sasaran sudah meyakini kebenaran inovasi dan inovasi tersebut dirasa bermanfaat baginya. Pada tahap ini petani sasaran menerapkan dalam jumlah/skala yang lebih besar.
http://2.bp.blogspot.com/-wbsOIS7YAeU/TyPKwc17JnI/AAAAAAAAAFM/YD2CzgOmYbg/s320/KOM3.jpg
Konsep adopsi digunakan secara meluas oleh peneliti dan penyuluh. Meskipun demikian model adopsi mempunyai beberapa kelemahan antara lain : Tidak semua proses tersebut di atas diakhiri dengan tahap adopsi, adakalanya berupa penolakan terhadap adopsi. Kelima tahap di atas terjadi tidak selalu berurutan.
Suatu proses adopsi pada tahap akhir akan diikuti dengan konfirmasi yaitu dengan cara mencari lebih lanjut untuk memperkokoh keputusannya (terus mengadopsi) atau menerapkan inovasi lainnya (menolak)
B.     Konsep Adopsi Rogers dan Schoemaker 
Rogers dan Schoemaker (1992) menjelaskan bahwa proses adopsi dapat terjadi melalui 4 (empat) tahapan yaitu : tahap mengetahui (knowledge), persuasif (persuasive), mengambil keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation) yang selanjutnya diklasifikasikan menjadi empat tahap yaitu  :
Tahap mengetahui : petani sasaran sudah mengetahui adanya inovasi dan mengerti bagaimana inovasi itu berfungsi.
Tahap Persuasi  : petani sasaran sudah membentuk sikap terhadap inovasi yaitu apakah inovasi tersebut dianggap sesuai ataukah tidak sesuai bagi dirinya.
Tahap Keputusan : petani sasaran sudah terlibat dalam pembuatan keputusan yaitu apakah menerima atau menolak inovasi.
Tahap Konfirmasi:petani sasaran mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Mungkin pada tahap ini petani sasaran mengubah keputusan untuk menolak inovasi yang telah di adopsi sebelumnya.
C.     Konsep Proses Adopsi Kellogg.
Model Adopsi Kellogg menyebutkan bahwa pada proses adopsi khususnya teknologi perikanan dapat dilakukan melalui beberapa langkah agar pelaku utama bersedia menerima/mengadopsi teknologi tersebut.  Model adopsi meliputi (4) empat tahap yaitu diagnosis, perencanaan dan rekayasa teknologi adaptif, pengujian dan verifikasi di tingkat usaha dan percobaan antar lokasi dan diseminasi. 
Pada tahap pertama, penentuan wilayah sasaran dan mendiagnosis situasi petani.  Pada umumnya wilayah sasaran diusahakan mempunyai karkteristik agroklimate yang relatif homogen. Penyuluh pertanian dapat mengidentifikasi wilayah sasaran lebih baik dibandingkan peneliti.
Tahap kedua, merencanakan dan merekayasa teknologi adaptif dengan menggunakan informasi yang diperoleh pada tahap pertama.  Berdasarkan informasi ini, dapat dibuat perencanaan dan rekayasa teknologi yang sesuai dengan kondisi lapangan.
Tahap ketiga, pengujian dan verifikasi di tingkat usahatani. Hasil penelitian yang diperoleh dari eksperimen sebelumnya dapat diuji dan diverifikasi di tingkat usahatani. Petani sasaran akan bersedia mengadopsi teknologi. Introduksi teknologi dilakukan apabila teknologi tersebut memiliki keunggulan dibanding dengan teknologi sebelumnya, juga hasilnya dilihat sendiri oleh petani sasaran.
Tahap keempat, selama proses pengujian dan verifikasi di tingkat usahatani pasti terjadi percobaan di lahan usahatani yang dilakukan petani.  Hal ini mengindikasikan bahwa pilihan teknologi sudah dilakukan petani dan diharapkan terjadi perbaikan teknik budidaya yang signifikan. Hubungan antara tahap dalam proses komunikasi dengan proses adopsi serta metode penyuluhan tertera pada Tabel 1.     


Tabel 1.  Hubungan antara metode penyuluhan, tahap komunikasi dan tahap adopsi
Metode Penyuluhan
Tahap-tahap Komunikasi
Tahap-tahap Adopsi
Metode Perorangan
Menggerakkan Usaha
Adopsi
Metode Kelompok
Meyakinkan
Percobaan
Membangkitkan Keinginan
Penilaian
Metode Massal
Menggugah Hati
Minat
Menaruh Perhatian
Kesadaran

Dengan mempelajari model adopsi sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1 dan membandingkan satu dengan lainnya, diketahui bahwa model adopsi Bahlen memilki kelemahan dalam proses adopsi yaitu tidak selalu diakhiri dengan tahap adopsi. Adakalanya petani menolak inovasi yang yang diintroduksikan.
            Model adopsi Rogers dan Schoemaker digunakan untuk mengatasi keterbatasan model adopsi Bohlen tersebut. Rogers dan Schoemaker (1983) mengatakan bahwa tingkat adopsi dipengaruhi oleh lima (5) faktor yaitu :
a.      Tipe keputusan adopsi inovasi
b.      Atribut yang terkandung dalam inovasi
c.      Karakteristik system sosial petani sasaran
d.      Karakteristik saluran komunikasi yang digunakan
e.      Usaha yang dilakukan penyuluh untuk meyakinkan petani sasaran.
C.       Penggolongan Adopter berdasarkan kecepatan Adopsi
      Berdasarkan kecepatan adopsi terhadap suatu inovasi maka dkenal 5(lima) golongan adopter yaitu    :
1.    Inovator (golongan perintis dan pelapor)
Golongan perintis ini jumlahnya tidak banyak dalam masyarakat. Karakteristik golongan ini antara laingemar, mencoba, inovasi dan rata-rata pada masyarakatnya pada umumnya berpartisipasi aktif dalam penyebarluasan inovasi.
2.  Early Adopter (golongan penyetrap dini)
Golongan ini mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, gemar membaca buku, suka mendengar radio, memiliki faktor produksi non lahan yang relative komplit.

3.  Early Mayority (golongan Penyetrap awal)
         Golongan ini pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan rata-rata seperti anggota masyarakat lainnya, dapat menerima inovasi selama inovasi tersebut memberikan keuntungan kepadanya.
4.  Late Mayority (golongan Penyetrap akhir)
Golongan ini pada umumnya berusia lanjut dan memilki tingkat pendidikan rendah, status sosial ekonominya sangat rendah dan lambat menerapkan inovasi.
D.     Laggard (Golongan Penolak)
Golongan penolak ini pada umumnya usia lanjut, jumlahnya sangat sedikit dan tingkat pendidikannya sangat rendah bahkan buta huruf, status sosial eknominya sangat rendah, tidak suka terhadap perubahan-perubahan.

Tabel 2.   Karkteristik sosial ekonomi pada berbagai kategori adopter.
Variabel
Inovator
Early Adaptor
Early Mayority
Late Mayority
Laggard
Umur
Setengah Umur
Muda
Setangah Umur tua
Muda sampai tua
Tua
Pendidikan
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah Sekali

Ekonomi

Baik

Baik
Sedang sampai baik

Kurang
Kurang sekali
Status Sosial

Tinggi

Sedang
Sedang sampai baik

rendah
Paling rendah
Pola Hubungan
Kosmopolit
Kosmopolit
Cendrung Lokalita
Lokalita
Sangat lokalita

Dengan melihat uraian di atas maka perbandingan karakteristik sosial ekonomi dari kategori adopter ditinjau dari aspek kecepatan manerapkan inovasi secara sederhana sebagaimana tertera pada Table 2.
Konsep adopsi digunakan secara meluas oleh peneliti dan penyuluh. Meskipun demikian model adopsi mempunyai beberapa kelemahan antara lain :
a.      Tidak semua proses tersebut di atas diakhiri dengan tahap adopsi, adakalanya berupa penolakan terhadap adopsi.
b.      Kelima tahap di atas terjadi tidak selalu berurutan.
c.      Suatu proses adopsi pada tahap akhir akan diikuti dengan konfirmasi yaitu dengan cara mencari lebih lanjut untuk memperkokoh keputusannya (terus mengadopsi ) atau menerapkan inovasi lainnya (menolak)
E.    Difusi Inovasi
Salah satu tujuan program penyuluhan pertanian adalah mengubah masyarakat melalui perubahan sosial yang direncanakan. Dalam penyuluhan pertanian ditunjukkan dengan program penyuluhan. Usaha yang secara sengaja ini diarahkan untuk memperbaiki sistem-sistem  sosial yang terdapat pada masyarakat. Dan akhirnya penyuluhan ini memperbaiki masyarakat secara keseluruhan .
Perubahan sosial yang direncanakan pd proses penyuluhan sangat rumit yang pada dasar dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu : Invensi, difusi, dan konsekuensi-konsekuensi invensi merupakan kegiatan penciptaan atau pengembangan inovasi baru
Difusi merupakan proses penyebaran inovasi dari seorang yang telah emngadopsi inovasi kepada orang lain dalam masyarakat. Konsekuensi merupakan perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat adanya adopsi  atau penolakan terhadap suatu inovasi.
Penyuluhan menitikberatkan perubahan sosial jangka pendek yaitu waktu yang dibutuhkan untuk melakukan difusi inovasi dan mengarahkan perubahan dalam masyarakat. Wayne Romable (1984) menyatakan bahwa difusi inovasi dapat dipandang sebagai proses komunikasi khusus. Pada difusi inovasi, sumber pesan dapat berupa penemu penyuluh pertanian dan pemimpin. Perubahan secara praktis yang diharapkan adalah pengetahuan, sikap dan prilaku, faktor yang mendorong dan menghambat perubahan. Perolehan sesuai pendapat  Leagans (1971) tertera pada Gambar 5.
            Model difusi inovasi menggambarkan proses penyebaran inovasi dari suatu sumber inovasi kepada anggota suatu sistem sosial. Dengan patokan bahwa sumber inovasi asalnya dari lembaga penelitian maka terdapat tiga model difusi inovasi yaitu Model Top Down,  Model Feed Back dan Model Farmer Back Farmer.
a.  Model Difusi Top Down
Model Difusi Top Down dikembangkan berdasarkan penelitian di India, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan sekolah, laboratorium dan stasiun percobaan.  A.H. Bunting (1979) mengatakan bahwa model top down difusion sebagai model penyuluhan pertanian konvensional. Pada model ini peneliti melakukan penelitian di laboratorium maupun stasiun penelitian dan menghasilkan rekomendasi yang disebarluaskan pada seluruh petani.  Model difusi top down dapat dilihat pada Gambar 6
b.  Model Feed-Back
Model ini dikembangkan oleh Benor dan Horison . Model ini dikenal sebagai trainning and visit system atau di Indonesia di sebut sistem latihan dan kunjungan (sistem laku).   Model ini selanjutnya dibukukan dengan judul “Agricultural Eftension The Training and Visit System”.   Model feed back dianggap sebagai perbaikan model Top Drown yaitu dengan mempertimbangkan mekanisme umpan balik diantara peneliti dan penyuluh pertanian. Model feed-back menjadi popular dan berkembangnya Farming System Research yang mengaitkan penelitian ditingkat usahatani kedalam metode penelitian pertanian.  Secara sederhana, gambaran model feedback seperti tertera pada Gambar 7.
c.   Model Farmer Back To Farmer
Model difusi farmer back to farmer dikemukakan oleh Rhoades dan Booth (1982).  Model ini mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri di tingkat petani.  Hal ini berarti bahwa petani harus dilibatkan secara aktif sebagai anggota tim pemecahan masalah di lapangan.  Petani dengan pengalaman jangka panjangnya mengetahui kondisi usaha taninya, tipe tanah, kualitas sosial, ekonomi, tanaman yang sesuai dan prilaku pasar dari waktu ke waktu.   Dengan demikian petani adalah tenaga ahli pada usaha taninya sendiri.
Model difusi farmer back to farmer mengandung beberapa siklus kegiatan dan masing-masing kegiatan ini berusaha mencapai tujuan tertentu. Model difusi farmer back to farmer ini dapat diawali dengan eksperimen sederhana dan diakhiri survey di tingkat petani.   Kunci perbedaannya dengan model difusi yang lain adalah fleksibilitas dan penelitian di tingkat petani untuk mengindentifikasikan sumber daya yang ada di tingkat usaha tani.
F.      Rangkuman
Proses adopsi dklasifikasikan menjadi empat tahap yaitu tahap mengetahui, tahap pesuasi, tahap keputusan dan tahap konfirmasi.
Model adopsi yang djelaskan Kellog digambarkan sesuai tahapannya meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :
1.        Tahap I : Pemilihan wilayah sasaran dan diagnose situasi pelaku utama
2.        Tahap II. Merencanakan dan merekayasa teknologi adaptif
3.        Tahap III.Pengujian dan verifikasi di tingkat usahatani
4.        Tahap IV.Pilihan teknologi yang sudah dilakukan pelaku utama dan diharapkan terjadi perbaikan teknik budaya yang signifikan
Berdasarkan kecepatan adopsi inovasi ada 5 (lima) golongan adopter yaitu golongan perintis dan pelopor, penyetrap dini, penyetrap awal, penyetrap akhir, dan penolakan.

Difusi inovasi merupakan proses penyebaran inovasi dari seorang yang telah mengadopsi inovasi kepada orang lain dalam masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar