Senin, 23 Desember 2013

ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN

ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN
A.    KONSEP ADOPSI BAHLEN
Dalam model proses adopsi Bahlen ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang mengadopsi suatu inovasi yaitu sadar (awreness),  minat (interest),  menilai (evaluation),  mencoba (trial) dan adopsi ( adoption).
·         Tahap sadar: sasaran telah mengetahui informasi tetapi informasi tersebut   dirasa kurang.
·         Tahap minat: sasaran mencari informasi atau keterangan lebih lanjut mengenai informasi tersebut.
·         Tahap menilai: sasaran sudah menilai dengan cara value/bandingkan inovasi terhadap keadaan dirinya pada saat itu dan dimasa yang akan datang serta menentukan apakah petani sasaran mencoba inovasi atau tidak.
·         Tahap mencoba: sasaran sudah mencoba meskipun dalam skala kecil untuk menentukan angka dan kesesuaian inovasi atau tidak.
·         Tahap adopsi/menerapkan: sasaran sudah meyakini kebenaran inovasi dan inovasi tersebut dirasa bermanfaat baginya. Pada tahap ini petani sasaran menerapkan dalam jumlah/skala yang lebih besar.
http://2.bp.blogspot.com/-wbsOIS7YAeU/TyPKwc17JnI/AAAAAAAAAFM/YD2CzgOmYbg/s320/KOM3.jpg
Konsep adopsi digunakan secara meluas oleh peneliti dan penyuluh. Meskipun demikian model adopsi mempunyai beberapa kelemahan antara lain : Tidak semua proses tersebut di atas diakhiri dengan tahap adopsi, adakalanya berupa penolakan terhadap adopsi. Kelima tahap di atas terjadi tidak selalu berurutan.
Suatu proses adopsi pada tahap akhir akan diikuti dengan konfirmasi yaitu dengan cara mencari lebih lanjut untuk memperkokoh keputusannya (terus mengadopsi) atau menerapkan inovasi lainnya (menolak)
B.     Konsep Adopsi Rogers dan Schoemaker 
Rogers dan Schoemaker (1992) menjelaskan bahwa proses adopsi dapat terjadi melalui 4 (empat) tahapan yaitu : tahap mengetahui (knowledge), persuasif (persuasive), mengambil keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation) yang selanjutnya diklasifikasikan menjadi empat tahap yaitu  :
Tahap mengetahui : petani sasaran sudah mengetahui adanya inovasi dan mengerti bagaimana inovasi itu berfungsi.
Tahap Persuasi  : petani sasaran sudah membentuk sikap terhadap inovasi yaitu apakah inovasi tersebut dianggap sesuai ataukah tidak sesuai bagi dirinya.
Tahap Keputusan : petani sasaran sudah terlibat dalam pembuatan keputusan yaitu apakah menerima atau menolak inovasi.
Tahap Konfirmasi:petani sasaran mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Mungkin pada tahap ini petani sasaran mengubah keputusan untuk menolak inovasi yang telah di adopsi sebelumnya.
C.     Konsep Proses Adopsi Kellogg.
Model Adopsi Kellogg menyebutkan bahwa pada proses adopsi khususnya teknologi perikanan dapat dilakukan melalui beberapa langkah agar pelaku utama bersedia menerima/mengadopsi teknologi tersebut.  Model adopsi meliputi (4) empat tahap yaitu diagnosis, perencanaan dan rekayasa teknologi adaptif, pengujian dan verifikasi di tingkat usaha dan percobaan antar lokasi dan diseminasi. 
Pada tahap pertama, penentuan wilayah sasaran dan mendiagnosis situasi petani.  Pada umumnya wilayah sasaran diusahakan mempunyai karkteristik agroklimate yang relatif homogen. Penyuluh pertanian dapat mengidentifikasi wilayah sasaran lebih baik dibandingkan peneliti.
Tahap kedua, merencanakan dan merekayasa teknologi adaptif dengan menggunakan informasi yang diperoleh pada tahap pertama.  Berdasarkan informasi ini, dapat dibuat perencanaan dan rekayasa teknologi yang sesuai dengan kondisi lapangan.
Tahap ketiga, pengujian dan verifikasi di tingkat usahatani. Hasil penelitian yang diperoleh dari eksperimen sebelumnya dapat diuji dan diverifikasi di tingkat usahatani. Petani sasaran akan bersedia mengadopsi teknologi. Introduksi teknologi dilakukan apabila teknologi tersebut memiliki keunggulan dibanding dengan teknologi sebelumnya, juga hasilnya dilihat sendiri oleh petani sasaran.
Tahap keempat, selama proses pengujian dan verifikasi di tingkat usahatani pasti terjadi percobaan di lahan usahatani yang dilakukan petani.  Hal ini mengindikasikan bahwa pilihan teknologi sudah dilakukan petani dan diharapkan terjadi perbaikan teknik budidaya yang signifikan. Hubungan antara tahap dalam proses komunikasi dengan proses adopsi serta metode penyuluhan tertera pada Tabel 1.     


Tabel 1.  Hubungan antara metode penyuluhan, tahap komunikasi dan tahap adopsi
Metode Penyuluhan
Tahap-tahap Komunikasi
Tahap-tahap Adopsi
Metode Perorangan
Menggerakkan Usaha
Adopsi
Metode Kelompok
Meyakinkan
Percobaan
Membangkitkan Keinginan
Penilaian
Metode Massal
Menggugah Hati
Minat
Menaruh Perhatian
Kesadaran

Dengan mempelajari model adopsi sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1 dan membandingkan satu dengan lainnya, diketahui bahwa model adopsi Bahlen memilki kelemahan dalam proses adopsi yaitu tidak selalu diakhiri dengan tahap adopsi. Adakalanya petani menolak inovasi yang yang diintroduksikan.
            Model adopsi Rogers dan Schoemaker digunakan untuk mengatasi keterbatasan model adopsi Bohlen tersebut. Rogers dan Schoemaker (1983) mengatakan bahwa tingkat adopsi dipengaruhi oleh lima (5) faktor yaitu :
a.      Tipe keputusan adopsi inovasi
b.      Atribut yang terkandung dalam inovasi
c.      Karakteristik system sosial petani sasaran
d.      Karakteristik saluran komunikasi yang digunakan
e.      Usaha yang dilakukan penyuluh untuk meyakinkan petani sasaran.
C.       Penggolongan Adopter berdasarkan kecepatan Adopsi
      Berdasarkan kecepatan adopsi terhadap suatu inovasi maka dkenal 5(lima) golongan adopter yaitu    :
1.    Inovator (golongan perintis dan pelapor)
Golongan perintis ini jumlahnya tidak banyak dalam masyarakat. Karakteristik golongan ini antara laingemar, mencoba, inovasi dan rata-rata pada masyarakatnya pada umumnya berpartisipasi aktif dalam penyebarluasan inovasi.
2.  Early Adopter (golongan penyetrap dini)
Golongan ini mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, gemar membaca buku, suka mendengar radio, memiliki faktor produksi non lahan yang relative komplit.

3.  Early Mayority (golongan Penyetrap awal)
         Golongan ini pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan rata-rata seperti anggota masyarakat lainnya, dapat menerima inovasi selama inovasi tersebut memberikan keuntungan kepadanya.
4.  Late Mayority (golongan Penyetrap akhir)
Golongan ini pada umumnya berusia lanjut dan memilki tingkat pendidikan rendah, status sosial ekonominya sangat rendah dan lambat menerapkan inovasi.
D.     Laggard (Golongan Penolak)
Golongan penolak ini pada umumnya usia lanjut, jumlahnya sangat sedikit dan tingkat pendidikannya sangat rendah bahkan buta huruf, status sosial eknominya sangat rendah, tidak suka terhadap perubahan-perubahan.

Tabel 2.   Karkteristik sosial ekonomi pada berbagai kategori adopter.
Variabel
Inovator
Early Adaptor
Early Mayority
Late Mayority
Laggard
Umur
Setengah Umur
Muda
Setangah Umur tua
Muda sampai tua
Tua
Pendidikan
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah Sekali

Ekonomi

Baik

Baik
Sedang sampai baik

Kurang
Kurang sekali
Status Sosial

Tinggi

Sedang
Sedang sampai baik

rendah
Paling rendah
Pola Hubungan
Kosmopolit
Kosmopolit
Cendrung Lokalita
Lokalita
Sangat lokalita

Dengan melihat uraian di atas maka perbandingan karakteristik sosial ekonomi dari kategori adopter ditinjau dari aspek kecepatan manerapkan inovasi secara sederhana sebagaimana tertera pada Table 2.
Konsep adopsi digunakan secara meluas oleh peneliti dan penyuluh. Meskipun demikian model adopsi mempunyai beberapa kelemahan antara lain :
a.      Tidak semua proses tersebut di atas diakhiri dengan tahap adopsi, adakalanya berupa penolakan terhadap adopsi.
b.      Kelima tahap di atas terjadi tidak selalu berurutan.
c.      Suatu proses adopsi pada tahap akhir akan diikuti dengan konfirmasi yaitu dengan cara mencari lebih lanjut untuk memperkokoh keputusannya (terus mengadopsi ) atau menerapkan inovasi lainnya (menolak)
E.    Difusi Inovasi
Salah satu tujuan program penyuluhan pertanian adalah mengubah masyarakat melalui perubahan sosial yang direncanakan. Dalam penyuluhan pertanian ditunjukkan dengan program penyuluhan. Usaha yang secara sengaja ini diarahkan untuk memperbaiki sistem-sistem  sosial yang terdapat pada masyarakat. Dan akhirnya penyuluhan ini memperbaiki masyarakat secara keseluruhan .
Perubahan sosial yang direncanakan pd proses penyuluhan sangat rumit yang pada dasar dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu : Invensi, difusi, dan konsekuensi-konsekuensi invensi merupakan kegiatan penciptaan atau pengembangan inovasi baru
Difusi merupakan proses penyebaran inovasi dari seorang yang telah emngadopsi inovasi kepada orang lain dalam masyarakat. Konsekuensi merupakan perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat adanya adopsi  atau penolakan terhadap suatu inovasi.
Penyuluhan menitikberatkan perubahan sosial jangka pendek yaitu waktu yang dibutuhkan untuk melakukan difusi inovasi dan mengarahkan perubahan dalam masyarakat. Wayne Romable (1984) menyatakan bahwa difusi inovasi dapat dipandang sebagai proses komunikasi khusus. Pada difusi inovasi, sumber pesan dapat berupa penemu penyuluh pertanian dan pemimpin. Perubahan secara praktis yang diharapkan adalah pengetahuan, sikap dan prilaku, faktor yang mendorong dan menghambat perubahan. Perolehan sesuai pendapat  Leagans (1971) tertera pada Gambar 5.
            Model difusi inovasi menggambarkan proses penyebaran inovasi dari suatu sumber inovasi kepada anggota suatu sistem sosial. Dengan patokan bahwa sumber inovasi asalnya dari lembaga penelitian maka terdapat tiga model difusi inovasi yaitu Model Top Down,  Model Feed Back dan Model Farmer Back Farmer.
a.  Model Difusi Top Down
Model Difusi Top Down dikembangkan berdasarkan penelitian di India, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan sekolah, laboratorium dan stasiun percobaan.  A.H. Bunting (1979) mengatakan bahwa model top down difusion sebagai model penyuluhan pertanian konvensional. Pada model ini peneliti melakukan penelitian di laboratorium maupun stasiun penelitian dan menghasilkan rekomendasi yang disebarluaskan pada seluruh petani.  Model difusi top down dapat dilihat pada Gambar 6
b.  Model Feed-Back
Model ini dikembangkan oleh Benor dan Horison . Model ini dikenal sebagai trainning and visit system atau di Indonesia di sebut sistem latihan dan kunjungan (sistem laku).   Model ini selanjutnya dibukukan dengan judul “Agricultural Eftension The Training and Visit System”.   Model feed back dianggap sebagai perbaikan model Top Drown yaitu dengan mempertimbangkan mekanisme umpan balik diantara peneliti dan penyuluh pertanian. Model feed-back menjadi popular dan berkembangnya Farming System Research yang mengaitkan penelitian ditingkat usahatani kedalam metode penelitian pertanian.  Secara sederhana, gambaran model feedback seperti tertera pada Gambar 7.
c.   Model Farmer Back To Farmer
Model difusi farmer back to farmer dikemukakan oleh Rhoades dan Booth (1982).  Model ini mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri di tingkat petani.  Hal ini berarti bahwa petani harus dilibatkan secara aktif sebagai anggota tim pemecahan masalah di lapangan.  Petani dengan pengalaman jangka panjangnya mengetahui kondisi usaha taninya, tipe tanah, kualitas sosial, ekonomi, tanaman yang sesuai dan prilaku pasar dari waktu ke waktu.   Dengan demikian petani adalah tenaga ahli pada usaha taninya sendiri.
Model difusi farmer back to farmer mengandung beberapa siklus kegiatan dan masing-masing kegiatan ini berusaha mencapai tujuan tertentu. Model difusi farmer back to farmer ini dapat diawali dengan eksperimen sederhana dan diakhiri survey di tingkat petani.   Kunci perbedaannya dengan model difusi yang lain adalah fleksibilitas dan penelitian di tingkat petani untuk mengindentifikasikan sumber daya yang ada di tingkat usaha tani.
F.      Rangkuman
Proses adopsi dklasifikasikan menjadi empat tahap yaitu tahap mengetahui, tahap pesuasi, tahap keputusan dan tahap konfirmasi.
Model adopsi yang djelaskan Kellog digambarkan sesuai tahapannya meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :
1.        Tahap I : Pemilihan wilayah sasaran dan diagnose situasi pelaku utama
2.        Tahap II. Merencanakan dan merekayasa teknologi adaptif
3.        Tahap III.Pengujian dan verifikasi di tingkat usahatani
4.        Tahap IV.Pilihan teknologi yang sudah dilakukan pelaku utama dan diharapkan terjadi perbaikan teknik budaya yang signifikan
Berdasarkan kecepatan adopsi inovasi ada 5 (lima) golongan adopter yaitu golongan perintis dan pelopor, penyetrap dini, penyetrap awal, penyetrap akhir, dan penolakan.

Difusi inovasi merupakan proses penyebaran inovasi dari seorang yang telah mengadopsi inovasi kepada orang lain dalam masyarakat

KEDUDUKAN PENYULUHAN KEHUTANAN DALAM KAITANNYA DALAM PEMBANGUNAN

KEDUDUKAN PENYULUHAN KEHUTANAN DALAM KAITANNYA DALAM PEMBANGUNAN
Seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan pendidikan baik melalui pendidikan sekolah maupun pendidikan luarsekolah harus mampu menjadi pendorong serta saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lain dan dapat dilaksanakan secara berirama. Sehingga pada akhirnya pembangunan bidang pendidikan merupakan penggerak utama pembangunan nasional.
Salah satu sektor yang diharapkan pendidikan mampu berperan sesuai dengan fungsi dan tugasnya adalah dalam pengembangan sumber daya manusia pengelola hutan. Hall tersebut sangat beralasan karena sampai saat ini pembangunan perhutanan tidak terlepas dari para pelaku perhutanan itu sendiri, baik pengelola maupun masyarakat hutan yang secara langsung bersinggungan dengan masalah perhutanan. Disamping itu pula hutan merupakan sektor yang memberikan kontribusi kuat bagi pembangunan ekonomi negara Indonesia.
Proses penyuluhan kehutanan diharapkan dapat merupakan suatu upaya pemberdayaan masyarakat dengan cara memfasilitasi proses dalam merefleksikan permasalahan masyarakat, potensi dan lingkungan serta memotivasi dalam mengembangkan potensi tersebut secara proporsional. Karena itu pula diharapkan penyuluh kehutanan bukan saja berperan dalam prakondisi masyarakat agar tahu, mau dan mampu berperan serta dalam pembangunan kehutanan, akan tetapi penyuluh kehutanan harus terus menerus aktif dalam melakukan proses pendampingan masyarakat sehingga tumbuh kemandirian dalam usaha/kegiatan berbasis masyarakat.
Penyuluh Dan Penyuluhan Kehutanan
Menurut Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara nomor 130 tahun 2002, pasal 1 yang dimaksud dengan penyuluh kehutanan adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan penyuluhan kehutanan. Sedangkan menurut Wiharta dkk, (1997: 13 ) istilah penyuluh dapat diartikan sebagai seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang atau masyarakat sasaran penyuluhan untuk menerapkan suatu inovasi.
Didalam Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 pasal 56 ayat 1, disebutkan bahwa: Penyuluhan kehutanan adalah proses pengembangan pengetahuan, sikap dan perilaku kelompok masyarakat sasaran agar mereka tahu, mau dan mampu memahami, melaksanakan dan mengelola usaha-usaha kehutanan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sekaligus mempunyai kepedulian dan berpartisipasi aktif dalam pelestarian hutan dan lingkungannya. Ini berarti di dalam kegiatan penyuluhan kehutanan harus ada penyampaian informasi, transfer ilmu pengetahuan dan teknologi,ide-ide baru serta keterampilan agar masyarakat desa mengetahui dan memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan hidupnya melalui pengelolaan sumberdaya alam yang ada disekitar desa. Agar masyarakat dapat mengetahui, mempunyai kemauan dan dapat memahami serta dapat mengelola sumberdaya hutan, memerlukan suatu perubahan yang terencana dan terprogram
secara berkesinambungan.
Peran Penyuluh Kehutanan
Menurut Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara nomor 130 tahun 2002 peran atau tugas pokok penyuluh kehutanan adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, memanatau dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan penyuluhan kehutanan. Sedangkan menurut Wiharta, dkk (1997: 14 ) dalam menjalankan penyuluhan, tenaga penyuluh memegang peran yang sangat menentukan keberhasilan penyuluhan yang dilaksanakan, karena penyuluh sebagai agen pembangunan atau agen perubahan. Kartasapoetra (2005: 181 ) dalam kaitan peran penyuluh ini menyatakan untuk dapat melaksanakan tugas yang diembannya dengan baik dan berhasil seorang penyuluh harus dapat sekaligus berperan sebagai pendidik/ guru, pemimpin dan penasehat yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sebagai pendidik/ guru seorang penyuluh harus dapat memberikan pengetahuan atau caracara baru (inovasi ) dalam meningkatkan produksi dan sekaligus taraf hidup masyarakat.
Sebagai pemimpin, seorang penyuluh harus dapat membimbing dan memotivasi masyarakat sasaran penyuluhan agar mau mengubah cara berpikir dan cara kerja sehingga mau dan mampu menerapkan cara- cara baru yang lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Sebagai penasehat, seorang penyuluh harus memiliki ketrampilan dan keahlian untuk memilih alternatif perubahan yang tepat, yang secara teknis dapat dilaksanakan dan secara ekonomis menguntungkan. Selain itu seorang penyuluh harus dapat berperan melayani, memberi petunjuk dan contoh dalam bentuk peragaan (mengerjakan sendiri) dalam memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi. Wiharta dkk, (1997: 15 ) menambahkan, selaras dengan peran penyuluh kehutanan, maka setiap penyuluh kehutanan harus memiliki kualifikasi sebagai berikut:
a. Kemampuan Berkomunikasi
b. Memiliki sikap
c. Memiliki Kemampuan Pengetahuan dan atau Keahlian
d. Karakter Sosial Budaya Pernyuluh
Onong (1984:23) menyatakan peran dari penyuluh kehutanan adalah bagian dari tindakan komunikasi yang dipengaruhi oleh berbagai factor dalam kehidupan dan perkembangan dirinya. Pendidikan formal dan non formal akan memberikan kemampuan untuk merumuskan konsep yang hendak disampaikan, pengalaman memberikan warna pribadi yang khas terhadap isi pesan (field of experience), lingkungan sosial menentukan nilai- nilai yang mengatur hubungan komunikator (penyuluh) dan komunikan (masyarakat Hutan) namun pengaruh yang paling menentukan dalam memberikan konteks terhadap peristiwa komunikasi adalah datangnya dari factor kebudayaan (sandi, lambang dan cara yang berkembang dalam budaya masyarakat).
Muljono ( 2011: 1) mengemukakan, penyuluhan kehutanan pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan masyarakat, dunia usaha, aparat pemerintah pusat dan daerah, serta pihak-pihak lain yang terkait dengan pembangunan kehutanan. Kegiatan penyuluhan kehutanan menjadi investasi dalam mengamankan dan melestarikan sumberdaya hutan sebagai aset negara dan upaya mensejahterakan masyarakat. Selanjutnya Mulyono (2011: 6) menjelaskan pula criteria keberhasilan penyuluh kehutanan dalam proses pemberdayaan masyarakat berupa:
Terbentuk dan berkembangnya kelembagaan masyarakat di wilayah kerjanya. Selanjutnya di jelaskan indikator yang mencirikan telah terbentuk dan berkembangnya kelembagaan masyarakat di wilayah kerjanya. Selanjutnya di jelaskan indikator yang mencirikan telah terbentuk dan berkembangnya kelembagaan masyarakat yang kuat dan mandiri yaitu dengan kriteria ; 1. Terbentuknya Kelompok Tani dengan SDM anggota masyarakat yang mantap; 2. Memiliki organisasi dan pengurus serta mempunyai tujuan yang jelas dan tertulis; 3. Memiliki kemampuan managerial dan kesepakatan/ aturan adat yang di taati bersama.
 Hidayat ( 2003: 5 ) menyatakan ukuran keberhasilan penyuluh kehutanan secara sederhana adalah tumbuh dan berkembangnya kelompok Masyarakat Produktif Mandiri ( KMPM ) berbasis kehutanan dan adanya Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat sebagai mitra kerja penyuluh kehutanan dan kesepahaman masyarakat sebagai pelaku dan pendukung pembangunan hutan dan kehutanan

PERANAN PENYULUHAN KEHUTANAN DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI INDONESIA

PERANAN PENYULUHAN KEHUTANAN DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI INDONESIA
Peran
Istilah peran menurut Departemen Pendidikan Nasional (2005: 854 ) ketika digunakan dalam  lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi atau mendapatkan sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut.Menurut Soekanto (2010: 212 ) peran ( role ) merupakan aspek dinamis kedudukan atau status, yaitu: Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Peran menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan- kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
Peran menjadi penting karena mengatur perilaku seseorang yang pada batas- batas tertentu dapat meramalkan perbuatan – perbuatan orang lain. Orang yang menjalankan suatu peran dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang – orang sekelompoknya. Selanjutnya dijelaskan oleh Soekanto (2010: 213) peran lebih banyak menunjukkan suatu fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Untuk itu peran mungkin mencakup tiga hal, yaitu:
· Peran meliputi norma- norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
· Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
· Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur social masyarakat.
Kegiatan penyuluhan kehutanan merupakan salah satu ujung tombak pembangunan kehutanan di lapangan. Pada kegiatan tersebut, penyuluh kehutanan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam membimbing, mendidik, dan mengajak masyarakat sekitar hutan agar mau dan mampu ikut terlibat di dalam pengelolaan hutan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Darusman (2002) yang menyatakan bahwa peranan kegiatan penyuluhan di bidang kehutanan menjadi semakin penting terkait dengan kebijakan kehutanan yang semakin mengutamakan peran serta masyarakat, dan bahkan memberi kesempatan kepada masyarakat (rakyat banyak) untuk menjadi pelaku ekonomi kehutanan.
 Menurut Van Den Ban dan Hawkins (1999) bahwa peranan agen penyuluhan adalah membantu petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan efektif. Petani didorong untuk mengembangkan kebebasan yang luas di dalam pengambilan keputusan. Hal ini mengandung makna bahwa melalui kegiatan penyuluhan, masyarakat diajak, diarahkan, dibimbing, dan dididik agar secara sadar mau belajar secara terus-menerus sehingga mampu menganalisa kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang dihadapinya, dan dapat mengelola potensi yang dimilikinya tersebut, baik potensi personal maupun sumberdaya alam, menjadi sebuah kekuatan aktif yang dapat digunakan dalam upaya-upaya memecahkan persoalan hidupnya serta mampu melakukan usaha-usaha produktif dengan prinsip swadaya dan kebersamaan, serta tetap peduli pada kelestarian wilayahnya. Dengan demikian, melalui kegiatan penyuluhan diharapkan akan dapat dikembangkan lebih jauh pola pikir masyarakat yang kritis dan sistematis.
Timmer (1982) mengemukakan pentingnya kegiatan penyuluhan di dalam proses pembangunan baik sebagai “jembatan” antara dunia ilmu dan pemerintah sebagai penentu kebijakan, dan juga jembatan antara dunia penelitian dengan praktek usaha tani yang dilaksanakan oleh para petani.
Sebagai jembatan antara dunia ilmu dan pemerintah, (Scharamm dan Lerner, 1976) melihat pentingnya kegiatan penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan dalam sistem pembangunan nasional, baik untuk menjembatani pembangunan kesenjangan perilaku antara sesama aparat pemerintah maupun untuk menjembatani kesenjangan perilaku antara aparat pemerintah dengan masyarakat (petani) sebagai pelaksana utama. Sedang sebagai jembatan antara dunia penelitian dan praktek-praktek usahatani (termasuk usahatani hutan), Lionberger (1982) melihat pentingnya kegiatan penyuluhan di dalam proses penyebarluasan hasil-hasil penelitian.
Berkaitan dengan fungsi penyuluhan sebagai jembatan antara dunia penelitian dan praktek kegiatan yang dilakukan oleh petani, penyuluhan tidak sekedar proses penyampaian informasi dan umpan baliknya yang disampaikan oleh masyarakat desa hutan. Tetapi para penyuluh kehutanan terlebih dahulu harus melakukan analisis bahkan harus pula melakukan pengujian-lokal terhadap semua inovasi tersebut, untuk kemudian memilih inovasi dan informasi yang tepat dan layak disampaikan kepada masyarakat sasaran di wilayah kerjanya masing-masing.
Dengan kata lain, kegiatan penyuluhan kehutanan tidak hanya memerlukan syarat “keterampilan penyuluh”, tetapi setiap penyuluh juga perlu menyiapkan diri mereka sebagai “ahli penyuluhan yang senatiasa mengembangkan metoda dan daya analisis terhadap setiap inovasi dan informasi yang dihasilkan oleh para peneliti.
Soedarsono Hadi Sapoetro (1970 dan 1978) dengan jeli menunjukkan kunci pentingnya penyuluhan di dalam proses pembangunan pertanian dalam arĂ¼ luas termasuk penyuluhan kehutanan.
Soekanto (2006) menegaskan bahwa peranan adalah pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang terkait dengan kedudukannya di masyarakat. Dengan demikian, peranan merupakan fungsi, penyesuaian diri, dan suatu proses dari suatu kedudukan. Artinya bahwa peranan akan mengatur perilaku seseorang. Peranan menentukan apa yang diperbuat seseorang bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Lionberger dan Gwin (1982) menyatakan peranan merupakan bentuk pelaksanaan tanggung jawab terhadap pekerjaan atau tugas. Menurut Beebe dan Masterson (1989) peranan yang ditampilkan seseorang muncul sebagai akibat: (1) adanya harapan pribadi untuk menampilkan perilaku tertentu (self konsep), (2) adanya persepsi orang lain atau kelompok berkaitan dengan kedudukan orang tersebut, dan (3) interaksi yang terjadi dengan orang lain.

Lebih lanjut, Lioberger dan Gwin (1982) menyebutkan beberapa peran yang dapat ditampilkan oleh penyuluh, termasuk didalamnya penyuluh kehutanan adalah: pendengar yang baik, motivator, fasilitator proses, penghubung, pengembang kemampuan, pengajar keterampilan, pembantu pekerjaan, administrator program, pembantu kelompok, penjaga pagar, promotor, pemimpin lokal, konselor, pelindung, dan pembangun kelembagaan. Pendapat lain dinyatakan oleh Ife (1995) bahwa terdapat empat peranan dari pekerja pengembangan masyarakat, yang juga dapat menjadi peran dari penyuluh kehutanan, yaitu: fasilitator, pendidik/educator, representative, dan teknikal. Sedangkan menurut Adi (2003) peranan pekerja pengembangan masyarakat meliputi: pemercepat perubahan, perantara, pendidik, tenaga ahli, perencana sosial, advokat, dan aktivis

METODE PENYULUHAN KEHUTANAN

B.      METODE PENYULUHAN
1.         Bimbingan Pribadi 
Bimbingan pribadi adalah bimbingan belajar terencana dari seorang fasilitatator kepada seseorang (sasaran) dengan cara mendatangi rumah sasaran atau tempat usahanya agar orang yang dibimbing menyadari, tahu, mau dan mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
2.         Ceramah
Ceramah adalah penyampaian informsi/gagasan/fakta kapada peserta didik yang jumlahnya cukup banyak dalam waktu yang relatif singkat.
3.         Tanya Jawab
Tanya Jawab merupakan interaksi antara fasilitator dengan peserta didik untuk lebih memberikan pengertian dan pemahaman.
4.         Diskusi Kelompok
Diskusi Kelompok adalah proses pertukaran pikiran, pengalaman, pendapat dan perasaan secara bersama-sama.
5.         Bernain Peran 
Bermain Peran (Role Playing) adalah Metode yang dilaksanakan dengan cara memainkan peranan - peranan situasi yang sebenarnya yang berhubungan dengan suatu kegiatan.
6.         Bermain Bisnis
Bermain bisnis (Business Game) adalah Metode belajar dengan cara penyerahan tugas kepada peserta didik dalam bentuk memerankan kegiatan perusahaan / organisasi untuk melihat potensi para peserta sebagai seorang manager.
7.         Studi Kasus
Studi Kasus adalah suatu cara pemecahan masalah berdasarkan pengalaman dan pengetahuan para peserta.
8.         Metode Latihan 
Latihan adalah suatu proses belajar dengan melatih secara teratur, berulang-ulang dan terus menerus sampai pada pemahaman yang sebenarnya.
9.         Sekolah Lapang
Sekolah Lapang adalah model latihan yang diselenggarakan langsung di lokasi usaha masyarakat binaan, selama satu musim atau lebih dengan frekuensi pertemuan diparalelkan dengan jadwal kunjungan penyuluh.
Masyarakat binaan belajar mengamati, menghayati dan menganalisis kondisi lingkungan tempat usaha, sehingga mereka dapat mengidentifikasi permasalahan yang ada, bermusyawarah untuk merumuskan alternatif pemecahannya dan menyepakatinya untuk dilaksanakan secara bersama-sama.
10.       Kursus 
Kursus adalah proses belajar-mengajar yang diselenggarakan secara sistematis dengan kurikulum tertentu dan dalam jangka waktu tertentu
11.       Penataran dan Loka Karya 
Penataran adalah proses kegiatan belajar dengan pemberian materi berupa informasi, pengetahuan dan pengalaman baru. 
Loka karya adalah suatu kegiatan untuk mengembangkan kemampuan individual dalam suatu bidang tertentu.
Penataran dan Loka Karya merupakan perpaduan dari dua metode tersebut di atas, setelah peserta didik diberi pembekalan informasi, pengetahuan dan pengalaman baru selanjutnya peserta didik diberikan permasalahan yang harus ditinjau dan dibahas bersama oleh peserta di bawah bimbingan tenaga ahli. Hasil pemecahan masalah merupakan kesepakatan peserta yang dimiliki bersama.
12.       Penyuluhan Partisipatif 
Penyuluhan Partisipatif adalah proses pembelajaran yang melibatkan berbagai pihak (stakeholders) yang dimulai dari proses identifikasi kebutuhan, identifikasi permasalahan dan potensi, perumusan tujuan dan merumuskan langkah-langkah untuk mencapai tujuan.
13.       Metode Laboratorium
Metode Laboratorium adalah metode belajar dengan cata mempelajari terlebih dahulu suatu masalah / teori yang selanjutnya dilakukan kegiatan uji coba (eksperimen).
14.       Temu Lapang
Temu Lapang adalah pertemuan antara masyarakat binaan dengan peneliti di lapangan (lokasi penelitian) untuk menyampaikan informasi hasil penelitian dan membahas umpan balik dari masyarakat binaan.
15.       Temu Wicara 
Temu Wicara adalah pertemuan antara masyarakat binaan dengan pemerintah untuk membahas kebijakan pemerintah dan kegiatan yang diharapkan masyarakat.
16.       Temu Karya
Temu Karya adalah pertemuan antar masyarakat binaan untuk bertukar pikiran dan pengalaman, serta saling mengajarkan keterampilan
17.       Temu Usaha
Temu Usaha adalah pertemuan antara masyarakat pelaku bisnis dengan pengusaha untuk mempromosikan produk hasil usaha, meningkatkan gairah usaha, menjalin kerja sama usaha, penyaluran informasi pasar serta peningkatan pengetahuan di bidang penanganan panen dan pasca panen.
18.       Mimbar Saresehan
Mimbar saresehan adalah forum komunikasi antara para tokoh binaan dengan pihak pemerintah secara periodik dan berkesinambungan mengenai pelaksanaan program pemerintah dan kegiatan masyarakat binaan.
19.       Demonstrasi 
Metode Demonstrasi merupakan metode penyuluhan di lapangan untuk memperlihatkan secara nyata tentang “cara” dan atau “hasil “ penerapan teknologi yang telah terbukti menguntungkan.
Ragam metode domonstrasi antara lain :
• Demonstrasi perorangan (Demplot)
• Demonstrasi berkelompok (Demfarm)
• Demonstrasi gabungan kelompok (Demarea)
20.       Kaji Terap
Kaji Terap adalah metode penyuluhan untuk meningkatkan kemampuan sasaran (tokoh-tokoh dalam kelompok binaan) dalam memilih paket teknologi yang direkomendasikan tetapi belum didemonstrasikan.
21.       Karya Wisata
Karya Wisata adalah kegiatan perjalanan secara bersama-sama untuk mempraktekan hasil pengajaran atau melakukan suatu karya yang bermanfaat di tempat yang dituju.
22.       Widya Wisata
Widya Wisata adalah kegiatan perjalanan secara bersama-sama untuk belajar dengan melihat suatu penerapan teknologi dan hasilnya atau melihat akibat tidak diterapkannya teknologi di suatu tempat.
23.       Magang
Magang adalah proses belajar dengan cara melarutkan diri, melihat, mendengar, meraba dan mengerjakan sendiri dalam hal kebiasaan dan keterampilan tertentu pada seseorang / lembaga yang sudah bisa dan biasa mengerjakan pekerjaan tersebut 
24.       Pameran 
Pameran adalah usaha untuk memperlihatkan atau mempertunjukkan model, contoh, barang, peta, grafik, gambar, poster, benda hidup dan sebagainya secara sistematis pada suatu tempat tertentu untuk menarik perhatian, menggugah hati, membangkitkan keinginan dan meyakinkan pengunjung.
25.       Siaran Melalui Radio / Televisi
Siaran melalui radio / televisi merupakan upaya penyebaran informasi dan pengetahuan dengan jumlah sasaran (kelompok pendengar) sebanyak-banyaknya
26.       Perlombaan / Unjuk Ketangkasan
Perlombaan Kelompok / Unjuk Ketangkasan adalah suatu kegiatan untuk menumbuhkan persaingan yang sehat antar peserta lomba melalui pencapaian prestasi dengan aturan tertentu 
27.       Pemberian Penghargaan
Pemberian penghargaan merupakan upaya untuk meningkatkan gairah dan prestasi dengan cara memberikan tanda ucapan terima kasih atas jasa-jasa dan prestasi yang dicapai oleh penerima penghargaan.
28.       Penempelan Poster
Penempelan poster merupakan metode penyuluhan dengan cara penempelan sebuah gambar dengan sedikit kata-kata yang dicetak pada sehelai kertas dengan ukuran minimal 45 x 60 cm, ditempelkan pada tempat-tempat yang sering dilalui orang atau tempat berkumpul.
29.       Penyebaran Brosur, Folder, Leaflet, News Letter dan Majalah.
 Penyebaran Brosur, Folder, Leaflet dan Majalah adalah upaya untuk mempublikasikan informasi kepada sasaran pada saat tertentu.
30.       Kampanye
Kampanye adalah salah satu Metode mempertemukan masyarakat binaan yang jumlahnya cukup banyak dengan juru kampanye dalam waktu yang relatif singkat, materi yang disampaikan bersifat tunggal dan penting untuk segera dipecahkan 
31.       Metode Penyuluhan Jarak Jauh Perorangan
Metode penyuluhan jarak jauh adalah metode penyuluhan yang dilakukan secara tertulis, terhadap seseorang tanpa bimbingan langsung secara tatap muka / tanpa kehadiran fasilitator.
D.        Dasar-dasar Pertimbangan Pemilihan Metode Penyuluhan
Berdasarkan jumlah sasarannya dapat ditentukan pilihan metode sebagai berikut :
·         Bila sasarannya bersifat perorangan, maka metode penyuluhan yang dapat dipilih adalah bimbingan pribadi, magang dan penyuluhan jarak jauh perorangan.
·         Bila sasarannya bersifat kelompok, maka metode penyuluhan yang dapat dipilih antara lain perlombaan / uji ketangkasan, percontohan/demonstrasi/peragaan, bermain peran, bussiness game, studi kasus, kaji terap, kursus, sekolah lapang, latihan, penataran dan lokakarya, diskusi, tanya jawab, temu wicara, temu karya, temu usaha, temu lapang, widya wisata, Karya Wisata, penyuluhan partisipatif.
·     Bila sasarannya bersifat massal, maka metode penyuluhan yang dapat dipilih antara lain ceramah, pameran, siaran melalui radio/TV, penempelan poster, penyebaran brosur, folder, leaflet, majalah dan news letter, kampanye.
Selain memperhatikan jumlah sasarannya, pemilihan metoda penyuluhan perlu juga mempertimbangkan :
• Tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap sasaran
• Sosial Budaya
• Kemampuan Penyuluh
- Penguasaan teknologi terapan
- Penguasaan Administrasi dan manajemen penyuluhan
- Kecakapan komunikasi
• Materi Penyuluhan
• Sarana dan Biaya Penyuluhan
• Musim
• Keadaan Usahatani
• Keadaan Lapangan